<$BlogRSDUrl$>

Tuesday, November 25, 2003

Menggantung Gitar, Menggantang Syiar 

TINTIN ULANG TAHUN

DI Royal Albert Hall, London, sejarah itu diputar. Tiga puluh satu tahun silam, seorang Cat Stevens menyihir penggemarnya. Khalayak Inggris masih mengingat jelas tampilannya saat itu: rambut gondrong, celana ketat, gitar dan --tak lupa-- segelas brandy sebelum dan sesudah show. Dua pekan lalu, sang bintang "pulang" ke panggung yang sama dalam rupa yang berbeda: baju gamis, lagu-lagu nasyid dan ucapan Assalamualaikum yang menggema seantero Hall. Itulah Night of Remembrance, malam dana untuk Islamia School , sekolah Islam terbesar di London yang didirikannya pada 1983.

Publik Inggris begitu bergairah menanti kembalinya Yusuf. Kabar yang dihembuskan media adalah ia akan kembali dengan lagu lamanya. Dalam Breakfast, acara berita pagi di BBC, sang penyiar bertanya, "Apakah Anda akan membawakan lagu-lagu lama?". Yang ditanya tersenyum, "Yang pasti, sekarang saya tak lagi memainkan gitar atau instrumen lain kecuali perkusi." Dan ternyata pertunjukan malam itu memang berlangsung tanpa hits-hits lamanya.

Cat Stevens memang tak sekedar mengganti namanya menjadi Yusuf Islam sejak dia menjadi muslim pada 1977, tapi mengubah seluruh gaya hidupnya. Kini ia lebih banyak berkutat di bidang pendidikan Islam lewat Islamia School di Queen's Park dan Kilburn, London. Berkat lobinya yang berliku, Islamia menjadi sekolah Islam pertama di Inggris yang diakui dan mendapat dana dari pemerintah -- fasilitas yang semula hanya dinikmati sekolah-sekolah Kristen dan Yahudi. "Semua tak lepas dari figur Yusuf yang berbuat sangat banyak bagi muslim Inggris," kata Hassan Radwan, salah seorang guru di Islamia. Saat mendirikan sekolah itu pada 1983, Yusuf lebih banyak menggunakan uang pribadinya ketimbang dana dari luar. Baru belakangan banyak sokongan dana dari berbagai sumber, termasuk pemerintah.

Sekolah ini terbagi empat, yaitu: Islamia Primary School (4-11 tahun), Islamia Girls Secondary School (11-16), Islamia 6th Form College (16-18) dan Brondesbury College For Boys (11-16). Saat saya mengunjungi Islamia School, kemegahan sekolah yang terbuat dari bata merah mendominasi kawasan Salisbury Road, Queen's Park. Gadis-gadis kecil berjilbab dari berbagai bangsa berlari-lari di lapangan, bercanda dan tertawa-tawa. Tak beda dengan siswa di sekolah umum.

Memang, yang membedakan hanya tambahan ilmu agama Islamnya, selebihnya pelajaran di sekolah ini serupa dengan yang lain. Tak heran jika para orangtua muslim berlomba mendaftarkan anaknya ke sini. Daftar tunggunya bisa bertahun-tahun karena jumlah peminat begitu membludak. Salah satunya, Nurani, ibu dari anak usia 3 tahun yang sudah mendaftar begitu sang anak lahir. "Kalau beruntung, enam tahun mendatang dia bisa masuk Islamia." Ia juga sudah menyiapkan cadangan sekolah lain karena kemungkinan itu dirasa tipis lantaran peminat juga melakukan jurus serupa untuk masuk sekolah ini.

Tak pelak, nama Yusuf Islam sebagai salah satu ikon muslim Inggris menjadi daya tarik dan jaminan mutu. Ia juga dianggap menjadi simbol dialog antaragama di Inggris. Tokoh-tokoh dunia banyak yang mendatangi sekolahnya. Termasuk Pangeran Charles, Prince of Wales, yang berkunjung ke Islamia beberapa tahun silam dan menjadi headline di koran-koran London.

Menjadi muslim tak selamanya mudah bagi Yusuf. Pada 1989, lagunya berjudul Peace Train dituding mendukung fatwa mati bagi Salman Rushdie yang dilontarkan Ayatollah Khomeini. Menurut Yusuf dalam wawancara dengan Majalah Rolling Stone untuk menjelaskan masalah itu, sebelumnya ia ditanya oleh wartawan, apakah akan ikut memprotes Satanic Verses-nya Salman Rushdie dan ia mengiyakan. Headline yang keluar di koran keesokan harinya adalah: Cat Says Kill Rushdie, sehingga Yusuf sempat "dimusuhi" publik Inggris dan Amerika Serikat. "Ini terjadi karena kebetulan saya adalah figur publik yang muslim," kata Yusuf. Belakangan, Ia malah dituduh sebagai pendukung gerakan teroris.

Toh, Yusuf Islam tetap harum di hati penggemarnya. Islam ataupun agama lain. Meski tak bermusik seperti dulu lagi, ia tetap aktif dengan caranya sendiri. "Saya tidak setuju bahwa semua jenis musik haram. Tapi saya juga tidak setuju bahwa semua jenis musik halal," kata Yusuf. Salah satu kegiatan bermusiknya adalah ada hubungannya dengan kegiatan amal. Seperti pada April lalu, Yusuf bersama sejumlah musisi antara lain Paul Mc Cartney, David Bowie dan George Michael, merekam album The Hope untuk menggalang dana bagi korban perang Irak.

Pada 1995, ia juga turun ke studio merekam album War Child untuk mencari donasi bagi korban perang Bosnia. Kini, ia meluncurkan album Idul Fitri untuk anak-anak bertitel I Look I See. Di tangan Yusuf, musik menjadi bahasa untuk menyampaikan syiar.